Kasus-Kasus
Arahan Dosen
1. Kasus
Hak Pekerja
Masalah kasus Pengusaha dan Puluhan Pekerja panci di
Tanggerang yang terkena tindakan kekerasan dan belum mendapatkan Hak-hak nya.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
(KontraS) menyesalkan lambannya penyelesaian kasus pekerja panci di Tangerang.
Menurut Kadiv Advokasi dan HAM KontraS, Yati Andriyani, sudah tiga bulan kasus
yang menimpa puluhan pekerja panci terkuak, namun sampai saat ini belum satu pun
berbuah hasil seperti harapan. Pasalnya, para pekerja yang semasa bekerja kerap
mendapat perlakuan tidak manusiawi dari pengusahanya itu sampai saat ini belum
dipenuhi hak-haknya. Mulai dari upah sampai hak-hak lainnya sebagai pekerja.
Yati mencatat ada 3 instansi pemerintah yang memproses kasus tersebut, yaitu
polres tigas raksa Tanggerang, dinas tenaga kerja kabupaten Tanggerang dan
kemenakertrans. Proses penyiidikan memmakan waktu sejak 2 mei 2013 dan
menyerahkan berkas kke jaksaan negeri tanggerang 25 juli 2013. Hasil penyidikan
hanya mencantumkansi pengusaha yaitu yuki dan mandor. Padahal dalam pemeriksaan
saksi menyebutkan keterlibatan aparat kepolisisan dan TNI. Adanya intimidasi
dan ancaman dengan cara tembakan ke tanah dimana para pekerja panci yang sedang
bekerja. Menurut Sekjen (OPSI), Timboel Siregar melihat kasus ini seakan hilang
ditiup angin. Padahal kasus ini terungkap banyak janji yang di umbar pihak
berwewenang untuk menyelesaikan masalah. Timboel mendeak pemerintah dan aparat
penegak hokum segera menuntaskan kasus tersebut baik menyangkut erdata dan
pidana, dan menegakkan hokum dibarengi dengan perbaikan pengawasan
ketenagakerjaan. Hingga sekarang Kemenakertrans belum memberikan pernyataan
resmi dan belum berbuah hasil.
2.
Kasus Iklan Tidak Etis
Kasus Iklan
Tidak Etis Antara Telkomsel Dengan XL
Salah satu contoh problem etika bisnis
yang marak pada tahun kemarin adalah perang provider celullar antara XL dan
Telkomsel. Berkali-kali kita melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu as/simpati
(Telkomsel) saling menjatuhkan dengan cara saling memurahkan tarif sendiri.
Kini perang 2 kartu yang sudah ternama ini kian meruncing dan langsung tak
tanggung-tanggung menyindir satu sama lain secara vulgar. Bintang iklan yang
jadi kontroversi itu adalah SULE, pelawak yang sekarang sedang naik daun.
Awalnya Sule adalah bintang iklan XL. Dengan kurun waktu yang tidak lama
TELKOMSEL dengan meluncurkan iklan kartu AS. Kartu AS meluncurkan iklan baru
dengan bintang sule. Dalam iklan tersebut, sule menyatakan kepada pers bahwa
dia sudah tobat. Sule sekarang memakai kartu AS yang katanya murahnya dari
awal, jujur. Perang iklan antar operator sebenarnya sudah lama terjadi. Namun
pada perang iklan tersebut, tergolong parah. Biasanya, tidak ada bintang iklan
yang pindah ke produk kompetitor selama jangka waktu kurang dari 6 bulan. Namun
pada kasus ini, saat penayangan iklan XL masih diputar di Televisi, sudah ada
iklan lain yang “menjatuhkan” iklan lain dengan menggunakan bintang iklan yang
sama.
Dalam kasus ini, kedua provider telah melanggar peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip dalam Perundang-undangan. Dimana dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.” Pelanggaran yang dilakukan kedua provider ini tentu akan membawa dampak yang buruk bagi perkembangan ekonomi, bukan hanya pada ekonomi tetapi juga bagaimana pendapat masyarakat yang melihat dan menilai kedua provider ini secara moral dan melanggar hukum dengan saling bersaing dengan cara yang tidak sehat. Kedua kompetitor ini harusnya professional dalam menjalankan bisnis, bukan hanya untuk mencari keuntungan dari segi ekonomi, tetapi harus juga menjaga etika dan moralnya dimasyarakat yang menjadi konsumen kedua perusahaan tersebut serta harus mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat.
Dalam kasus ini, kedua provider telah melanggar peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip dalam Perundang-undangan. Dimana dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.” Pelanggaran yang dilakukan kedua provider ini tentu akan membawa dampak yang buruk bagi perkembangan ekonomi, bukan hanya pada ekonomi tetapi juga bagaimana pendapat masyarakat yang melihat dan menilai kedua provider ini secara moral dan melanggar hukum dengan saling bersaing dengan cara yang tidak sehat. Kedua kompetitor ini harusnya professional dalam menjalankan bisnis, bukan hanya untuk mencari keuntungan dari segi ekonomi, tetapi harus juga menjaga etika dan moralnya dimasyarakat yang menjadi konsumen kedua perusahaan tersebut serta harus mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat.
3. Kasus Etika Pasar Bebas
Salah satu kasus yang terjadi antar anggota WTO kasus
antara Korea dan Indonesia, dimana Korea menuduh Indonesia melakukan dumping
woodfree copy paper ke Korsel sehingga Indonesia mengalami kerugian yang cukup
besar. Tuduhan tersebut menyebabkan Pemerintah Korsel mengenakan bea masuk anti
dumping (BMAD) sebesar 2,8 persen hingga 8,22 persen terhitung 7 November 2003.
dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk itu mengalami kerugian.
Ekspor woodfree copy paper Indonesia ke Korsel yang tahun 2002 mencapai 102
juta dolar AS, turun tahun 2003 menjadi 67 juta dolar.
Karenanya, Indonesia harus melakukan yang terbaik
untuk menghadapi kasus dumping ini, kasus ini bermual ketika industri kertas
Korea mengajukan petisi anti dumping terhadap 16 jenis produk kertas Indonesia
antara lain yang tergolong dalam uncoated paper and paperboard used for writing
dan printing or other grafic purpose produk kertas Indonesia kepada Korean
Trade Commision (KTC) pada tanggal 30 september 2002 dan pada 9 mei 2003, KTC
mengenai Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sementara dengan besaran untuk PT pabrik
kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat
0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC
menurunkan BM anti dumping terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel dengan
ketentuan PT Pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat
diturunkan sebesar 8,22% dana untuk April Pine dan lainnya 2,80%. Dan Indonesia
mengadukan masalah ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta diadakan
konsultasi bilateral, namun konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004 gagal
mencapai kesepakatan.
Karenanya,
Indonesia meminta Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB)
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) membentuk Panel dan setelah melalui
proses-proses pemeriksaan, maka DSB WTO mengabulkan dan menyetujui gugatan
Indonesia terhadap pelanggaran terhadap penentuan agreement on antidumping WTO
dalam mengenakan tindakan antidumping terhadap produk kertas Indonesia. Panel
DSB menilai Korea telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya praktek
dumping produk kertas dari Indonesia dan bahwa Korea telah melakukan kesalahan
dalam menentukan bahwa industri domestik Korea mengalami kerugian akibat
praktek dumping dari produk kertas Indonesia.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar